Kantorberita.co – Protes keras dan teriakan para korban mewarnai persidangan Robot Trading FIN 888, terhadap saksi Tjahjadi Rahardja, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa (29/8/2023).
Kehadiran Tjahjadi Rahardja Direktur PT.Jababeka, saksi yang ditunggu-tunggu para korban yang disebut merupakan salah satu saksi fakta dalam perkara dugaan penipuan investasi bodong. Robot Trading FIN 888 yang menelan investasi ratusan miliar rupiah, secara elektronik yang dilakukan terdakwa Peterfi Supandri dan Cary Chandra.
Berdasarkan penetapan Majelis Hakim, saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Melda Siagian SH dan Theodora Marpaung SH MH, akhirnya menjemput paksa saksi Tjahjadi Rahardja, ke persidangan.
Namun dalam persidangan , saksi Tjahjadi Rahardja dinilai memberikan keterangan “bohong” walau telah disumpah majelis hakim.
Saksi mengatakan tidak kenal dan tidak ada hubungannya dengan kedua terdakwa . Saksi juga mengaku sebagai korban dalam investasi perusahaan milik orang Singapura tersebut yang baru dikenalnya.
Saat saksi dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU), Tiodora, tentang hubungannya dengan perusahaan investasi Sam Trade milik Sam Goh orang Singapura. Apa hubungan saksi dengan perusahaan Sam Trad Singapura, Apakah saksi kenal dengan terdakwa ? tanya Jaksa yang menerangkan juga mengapa nama Tjahjadi Rahardja disebut dalam satu hasil audit terkait Trading FIN 888
Saksi hanya mengaku sebagai investor di perusahaan Sam Trade dan inves sebesar 10.000 $ setara mata uang Indonesia 150 juta rupiah. Saksi pernah ketemu Sam Goh, pemilik Sam Trade Singapura dan pernah ketemu dengan terdakwa Peterfi.
Selanjutnya Saksi menerangkan bagaimana cara masuk investor Sam Trade, mendaftar melalui aplikasi akun, lalu membuka rekening dan mentransfer uang. Saksi mentransfer langsung dana investasinya ke Sam Trade Singapura, bukan ke rekening atas nama perusahaan di Indonesia.
Saksi mengaku awalnya hanya mencoba inves kecil kecilan, dan sudah pernah hidro atau menarik keuntungan. Saksi tidak mengenal Sumarno Direktur Perseroan penampung dana investasi yang ada di Indonesia.
Begitu juga keterangan saksi yang dipertanyakan Jaksa hal mengenai pendirian lima PT dan Notaris pembuat akte tersebut, Tjahjadi Rahardja mengaku bahkan tidak tahu nama-nama perusahaan itu, dan juga tidak pernah mendatangi serta mengenal Notaris Siti Djubaedah., yang membuat akta-akta perusahaan tersebut
Mendengar keterangan saksi Tjahjadi Rahardja, para korban menyatakan tidak puas walaupun pertanyaan Jaksa dan Hakim tajam, saksi selalu mengelak dengan mengatakan lupa atau tidak tahu. Selain itu jawabannya selalu berbelit-belit
Hingga para korban, merasa kesal dan memprotesnya dengan mengatakan “Woi Pembohong” kembalikan uang kami, ujar para korban di dalam dan diluar persidangan. Bahkan setelah keluar ruang persidangan para korban mengejar saksi Tjahjadi Rahardj hingga ketangga gedung Pengadilan sambil meneriaki saksi sebagai “pembohong” dengan lantang.
Selanjutnya Selain saksi Tjahjadi Rahardja, didengarkan juga keterangan saksi Dewi. Saksi korban Dewi menerangkan, dirinya mau menyerahkan uangnya di inves dengan dapat keuntungan dan dananya aman masuk asuransi, yang disampaikan terdakwa Peterfi Sufandri dan terdakwa Carry Chandra lewat YouTube yang dikenalkan kakaknya Martha.
Sedangkan saksi Cristoper Saputra, keterangan mengatakan tidak pernah menandatangani akte perseroan yang di sebutkan Notaris Siti Djubaedah.
Cristoper Saputra membantah tidak pernah memberikan KTP untuk pembuatan Akta Perseroan perusahaan penampung dana nasabah investasi Robot Trading Fin888, karena saat itu saksi masih di didalam penjara, karena kasus Narkotika. (Butet)
Jakarta, Gempita.co – Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih menyatakan bahwa kasus investasi bodong Robot Trading Fin888 terdapat unsur dugaan TPPU atau money laundering.
Hal ini disampaikan Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta itu saat menyampaikan keterangannya sebagai saksi ahli sidang perkara dugaan penipuan Robot Trading Fin888 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (14/9/2023).
“Saya mengikuti kasus (Robot Trading Fin88) ini sejak awal dan telah di-BAP pihak kepolisian terkait dugaan TPPU,” ujar Yenti.
Dalam keterangannya di hadapan Majelis Hakim pimpinan Yuli Effendi, Yenti yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor itu memaparkan terkait TPPU.
Yenti sempat melayangkan keberatan kepada Majelis Hakim pimpinan Yuli Effendi atas pertanyaan yang disampaikan oleh penasihat hukum terdakwa.
“Saya bukan saksi fakta, apalagi tersangka atau terdakwa, tidak…tidak, maka tidak tepat kalau dikroscek soal fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan sebelumnya kepada saya. Saya ahli, yang hendak dimintai pendapat soal TPPU dalam kasus ini,” tegas peraih gelar Doktor Hukum pertama di Indonesia bidang TPPU dari Universitas Indonesia (UI) itu.
Poin penting yang disampaikan Yenti dalam persidangan, ia mengingatkan agar dalam melakukan perampasan aset uang hasil kejahatan tersebut tidak selalu harus dikembalikan ke kas negara.
Dalam hal ini Yenti merujuk Pasal 67 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU dimana uang dikembalikan kepada pihak yang berhak.
Pakar hukum TPPU lainnya yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan adalah Flora Dianti.
Dalam keterangannya, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) itu juga menyatakan bahwa hasil kejahatan TPPU harus dikembalikan kepada para korban.
Usai sidang, kuasa hukum para korban penipuan Robot Trading Fin888, Oktavianus Setiawan mengucapkan terima kasih atas kehadiran para saksi ahli dalam persidangan.
“Terima kasih ibu Dr. Yenti Garnasih, SH, MH dan Ibu Dr. Flora Dianti, SH, MH, yang telah menyampaikan keterangannya sebagai saksi ahli dalam persidangan, sehingga perkara ini menjadi terang benderang khususnya terkait TPPU,” ucap advokat dari Kantor Pengacara Oktavianus, Tubagus & Rekan ini.
Oktavianus pun berharap semua keterangan yang telah disampaikan oleh para saksi ahli dalam persidangan dapat menjadi referensi bagi Majelis Hakim saat putusan.
“Utamanya berpihak kepada para pencari keadilan yakni para korban penipuan investasi bodong Robot Trading Fin888 yang sangat dirugikan dalam kasus ini,” harap advokat yang lama bergabung dengan advokat senior Stefanus Gunawan itu.(rkm)
Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla hadiri Sidang Tahunan MPR, Sidang Bersama DPR dan DPD dan Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (16/8).
Senin, 14 November 2022
Selasa, 1 November 2022
Kamis, 20 Oktober 2022
Senin, 17 Oktober 2022
Senin, 17 Oktober 2022
Senin, 17 Oktober 2022
Senin, 13 Februari 2023
Senin, 13 Februari 2023
Senin, 13 Februari 2023
Selasa, 17 Januari 2023
Selasa, 17 Januari 2023
Sabtu, 17 Desember 2022
Selasa, 1 November 2022
Senin, 31 Oktober 2022
Kamis, 20 Oktober 2022
Senin, 17 Oktober 2022
Senin, 17 Oktober 2022
Senin, 17 Oktober 2022
Minggu, 16 Oktober 2022
Kamis, 13 Oktober 2022
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit.
Menurut Oktavianus, dalam dokumen affidavit itu disebutkan, saksi terlapor mengakui bahwa ada keterlibatan Tjahjadi Rahardja.
Affidavit pada 16 Juni 2022 menyebutkan, uang para Korban FIN888 yang selama ini disebutkan ditradingkan di oleh Samtrade FX selaku broker, ternyata tidak pernah ditradingkan dan uangnya tetap berada di Indonesia.
"Uang tersebut di atas awalnya dalam penguasaan Tjahjadi Rahardja, namun dalam perkembangannya di BAI dan BAP Tjahjadi Rahardja, yang disampaikan oleh Kanit yang menangani perkara sudah mengakui uang dan aset-aset yang semula dalam penguasaannya. Di mana secara sepihak mengalihkan kepada orang yang berinisial MN atau Marno, meskipun pemerintah sudah menyatakan kegiatan FIN888 ilegal," terang dia.
Harusnya, lanjut Oktavianus, pengakuan itu sudah cukup untuk meringkus Tjahjadi Rahardja. Yang mengejutkan lagi, berdasarkan hasil penelusuran oleh penyidik yang disampaikan langsung kepada pelapor, MN ini ternyata hanyalah lulusan sekolah dasar dan rumahnya sesuai KTP sudah digusur, serta ketika ditelusuri rumah orang tua MN bisa dikategorikan tidak layak huni.
"Dalam Legal Opinion (LO) pakar hukum Tindak Pidang Pencucian Uang (PTTU) Dr. Yenti Ganarsih, SH, MH yang disampaikan ke kami, menerangkan perbuatan Tjahjadi Rahardja dapat dikenakan Pasal TPPU. Tak hanya Tjahjadi, Benny Djuharto, Eddy Maryanto, Suryani Dewi Juwono, serta Notaris Siti Djubaebah yang membuat pendirian 6 Perusahaan penampung uang korban (Exchanger) ini harus ditahan juga," papar dia.
Untuk itu, Oktavianus minta polisi, dalam hal ini tim penyidik yang menangani kasus FIN888 harus bersikap profesional dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Sebab ada kesan penyidik bergerak lamban karena ada orang besar dalam dan di belakang kasus ini.
Oktavianus mengungkapkan, kasus FIN888 ini merupakan kasus robot trading pertama yang dilaporkan ke polisi pada setahun lalu. Tapi kenyataannya kini masih dalam tahap penyelidikan.