Apa saja perlakuan khusus lainnya yang berhak diterima AG?
Ada sejumlah perlakuan khusus yang berhak diterima AG sebagai 'anak berkonflik dengan hukum'.
Berikut hak-hak tersebut:
AG berhak memperoleh upaya diversi dari penyidik kepolisian. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Diversi bisa dilakukan selama AG memperoleh ancaman pidana di bawah tujuh tahun penjara, dan ini bukan pengulangan tindak pidana. Hasil diversi adalah perdamaian antara pihak yang berseteru.
"Namun, sebelum masuk proses peradilan, para penegak hukum, keluarga, dan masyarakat wajib mengupayakan proses penyelesaian di luar jalur pengadilan, yakni melalui Diversi berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif," menurut laporan umum UU SPPA.
Sumber gambar, GALIH PRADIPTA/ANTARAFOTO
Selain itu, ancaman hukuman bagi AG dan anak yang berkonflik dengan hukum tidak boleh lebih dari 10 tahun penjara (pasal 81).
"Kalau pun nanti divonis 10 tahun, itu hanya dijalani sepertiga dari pidana pokoknya," kata pegiat hak anak, Arist Merdeka Sirait kepada BBC News Indonesia, Kamis (02/03).
Seluruh atribut penegak hukum selama proses penyidikan hingga pengadilan tidak boleh digunakan. Hal ini tertuang dalam Pasal 22, di mana polisi, hakim, jaksa, advokat dilarang memakai toga atau atribut kedinasan.
"Kalau nanti harus diajukan ke pengadilan, itu juga harus tertutup persidangannya. Hakimnya sendiri tidak boleh pakai toga," lanjut Arist.
UU SPPA jelas melarang media cetak dan elektronik mengungkap identitas anak korban, saksi dan tersangka. Identitas ini meliputi nama anak, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak.
Sumber gambar, Christine Jerian/EyeEm via Getty Images
"Perlakuan khusus lain, dalam pemeriksaan itu tidak boleh terbuka, harus tertutup. Media juga nggak bisa meliput itu," kata Arist.
Dalam perlakuan khusus kepada korban D, Arist Merdeka Sirait setuju agar pelaku utama penganiyaan ini yaitu Mario Dendy Satrio dihukum seberat-beratnya. "Karena perbuatannya sudah sangat keji," katanya.
Sejumlah surat kabar elektronik secara gamblang mengungkap identitas AG, dan menyebarkan tuduhan-tuduhan yang belum terbukti yang dikutip dari akun-akun media sosial. Identitas D, termasuk ayah korban juga tak luput dari pemberitaan.
Selain UU SPPA, kode etik jurnalis dan pedoman pemberitaan ramah anak yang dikeluarkan Dewan Pers juga melarang surat kabar mengumbar identitas anak khususnya yang berhadapan dengan hukum.
Sekretaris Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta, Marina Nasution, mengatakan sebagian surat kabar "tidak mempertimbangkan dampak psikologis dan efek negatif pemberitaan, dan misleading."
Sumber gambar, simarik via Getty Images
"Tujuan media kan melindungi si anak melindungi haknya sebagai seorang manusia. Kalau aku lihatnya lebih dikuliti, bukan dilindungi," kata Marina.
Selain itu, tak banyak media mengupas persoalan relasi kuasa antara Dandy dan AG, di mana Marina bertanya-tanya "Kenapa bisa pria dewasa berpacaran dengan anak?"
"Media hanya mengamplifikasi apa yang dibilang netizen, bahwa ini kesalahan AG. Kemudian, dia yang jadi tersangka.
Padahal, Dandy itu sudah dewasa. Semestinya dia bisa menimbang ketika dapat input informasi dari pacarnya yang masih anak ini," kata Marina.
%PDF-1.5 %âãÏÓ 12 0 obj << /Ordering (Identity) /Registry (Adobe) /Supplement 0 >> endobj 14 0 obj << /Filter /FlateDecode /Length 80394 /Length1 324080 >> stream xœì� `ÕýÇsì½›�ÍæØ\Ì&›„°›Ë Gˆ�lNÐ5A* Gä6ZµV‚W¼hµV©U<þJµ•Í¤Õ ÚÆÚV[µàÑŠG«Ö[è¡õžÿï½ »dÙ–„ˆ›&ïûÍ{¿yófvöí{ogf�€6×Ì?eÆ\“âóÙ Oͨ©{éñ}�ÿÈ+ BÞŒÆ9óíY{ã�TîŽå3æŸVuÕCxÄÅ«ÖåŸ:¿©n�w…ÄçnÆRÇÍjš?óôëÊ*û ¸v‘?õ¢Îµ ¼ó[«g5]œüÝO±ü»qyòé5 ÍóX0_Bÿ—¬ië¨oyò!àÅ|\çÙ%çopoøë'?Þ½ À˜ßÞqöš)·] oÀÕõg·ï€0ay7b‚töêÛ?ùø¥Zàóž¨Y¹|éšâ'ÂÉ Kïîö+—/k[ú¶ùçŸ p·’í/ǧ˜ô\FÈ^¾fÃÜå&·}@ÅÌUËÎ]Ëíç¬À_�ǪVŸ³¤mó÷¾� üš @Ö–5mt¤.N¨Âõ?Æ|÷šeÚž¿å¥Ux
MALANG, SUARADATA.com-Pemilik The Nine Club House Alfresco atau The Nine Karaoke, Jefri Permana (35) warga Kecamatan Sukun Kota Malang, bersama anak buahnya bernama Mamat (36) warga Kabupaten Malang, resmi ditetapkan sebagai tersangka sekaligus ditahan oleh Satreskrim Polresta Malang Kota (Makota), Jumat (25/6/2021) lalu.
Penahanan itu terjadi setelah ada pelaporan dari karyawannya sendiri bernama Mia Trisanti (38) warga Lowokwaru Kota Malang bagian purchasing. Mereka terkena tuduhan kasus penganiayaan dan penyekapan pada Kamis (17/06/2021) lalu di ruangan tertentu. Hingga menyebabkan luka memar atau lebam dibeberapa bagian tubuh plus sundutan rokok di salah satu tangannya.
Penetapan status tersangka beserta penahanannya, diungkapkan langsung oleh Kapolresta Makota AKBP Budi Hermanto didampingi Wali Kota Malang Sutiaji, turut menyaksikan Wakapolresta AKBP Totok Mulyanto, Kasatreskrim Kompol Tinton YP plus Kasubag Humas Iptu Ni Made Marhaeni di halaman Mapolresta setempat, Senin (28/06/2021).
Dalam pengungkapannya, Kapolresta Makota, AKBP Budi Hermanto mengatakan, laporan kasus ini diterima di SPKT pada Jum’at (18/06/2021) dini hari lalu. Dimana kejadiannya berlangsung Kamis (17/06/2021) sekitar pukul 15.30 WIB disalah satu ruangan The Nine.
“Dari hasil penyelidikan yang dilakukan mulai dari memeriksa keterangan awal para saksi, korban serta hasil visum. Nah di sini, mengucapkan terima kasih kepada pak wali telah membantu untuk proses hasil visum dipercepat,” jelas Buher sapaan akrabnya Kapolresta Makota, Senin (28/06/2021).
Lebih jauh Buher membeberkan, dari hasil lidik hingga dilakukan gelar perkara peningkatan status naik ke sidik. Lalu dari sidik diperiksa ulang berdasarkan keterangan ulang 184 kuhap, keterangan saksi ahli surat petunjuk serta keterangan tersangka.
“Kami sudah memegang alat bukti yang cukup, sehingga kami melakukan upaya paksa pada Jumat (25/06/2021) sekitar pukul 15.30. Satreskrim telah mengamankan saudara JF, selang berintikan pukul 19.00 WIB turut mengamankan saudara MI,” ungkapnya.
“Jadi dugaan pasal yang kami terapkan terkait kasus ini adalah pasal 170 ayat 2 secara bersama sama melakukan kekerasan terhadap orang dan barang mengakibatkan luka dengan hukuman maksimal 9 tahun penjara,” imbuhnya.
Terkait kasusnya ini sudah ada barang bukti berupa 2 DVR dan satu payung turut disita. Selanjutnya, untuk DVR segera dikirim Laboratorium Forensik Digital (Labfordig) Polda Jatim.
Sementara itu, Wali Kota Malang Sutiaji turut memberikan komentarnya, pihaknya memberikan apresiasi kepada Kapolresta Makota yang mengambil tindakan cepat.
“Siapapun yang melakukan tindak kejahatan sama dengan yang lain. Disini tidak ada yang namanya masyarakat tidak pernah mendapatkan perlakuan hukum yang disparitas,” ucap Sutiaji.
Kata dia, ini merupakan kehadiran negara di tengah-tengah kehidupan masyarakat untuk memberikan jaminan hidup. Jaminan keamanan serta keberlangsungan hidup seseorang.
“Kami ucapkan terima kasih kepada Kapolresta beserta jajarannya telah mengambil sikap tegas dan cepat, walaupun awalnya adalah rumor,” paparnya.
Selain itu, Kapolresta telah menunjukkan profesionalitasnya dikuatkan dengan komitmennya. Bahwa penegakan hukum di negeri yang kita cintai, siapapun tidak boleh main main dengan hukum. Karena berupaya semaksimal mungkin melek hukum dan sadar hukum ini yang harus dikuatkan.
“Kita sampaikan pula kepada masyarakat, ketika ada hal hal yang bersinggungan dengan hukum, seyogyanya tidak boleh main hakim sendiri. Serahkan semuanya kepada pihak berwajib untuk menindak lanjuti berkaitan dengan pelanggaran hukum tersebut,” paparnya.
Kembali Kapolresta Makota Buher menyampaikan, mengenai kasus kaburnya lima CPMI dari PT Citra Karya Sejati Malang hingga menjadikan urusan hukum.
“Saat ini kasusnya masih terus dilakukan penyidikan dan pendalaman,” pungkasnya.(Afd/And/Red)
Praktik judi online di Indonesia semakin marak dengan melibatkan semua kalangan mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Kemudahan akses internet serta ketidakseriusan pemerintah dalam mencegah dan memberantas judi online disinyalir menjadi penyebab praktik tersebut subur.
Dalam hukum positif di Indonesia, judi online dapat dikenakan sanksi pidana penjara dan denda. Perjudian yang dilakukan secara online diatur dalam Pasal 27 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menerangkan:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.
Sementara sanksi terhadap mereka yang melanggar Pasal 27 ayat 2 UU ITE adalah pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar. Hal itu diatur dalam Pasal 45 ayat 3 UU ITE.
Sanksi tersebut lebih berat dibandingkan peraturan sebelumnya yang hanya mengatur ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juga memuat mengenai perjudian, tepatnya pada bagian kedelapan.
Pasal 426 ayat 1 KUHP mengatur sanksi pidana penjara paling lama sembilan tahun atau pidana paling banyak kategori VI (Rp2 miliar) bagi setiap orang yang tanpa izin:
a. menawarkan atau memberi kesempatan untuk main judi dan menjadikan sebagai mata pencaharian atau turut serta dalam perusahaan perjudian;b. menawarkan atau memberi kesempatan kepada umum untuk main judi atau turut serta dalam perusahaan perjudian, terlepas dari ada tidaknya suatu syarat atau tata cara yang harus dipenuhi untuk menggunakan kesempatan tersebut; atauc. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai mata pencaharian.
Pasal 426 ayat 2: Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam menjalankan profesi, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f (hak menjalankan profesi tertentu).
Sementara itu, Pasal 427 UU KUHP mengatur:
Setiap orang yang menggunakan kesempatan main judi yang diadakan tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III (Rp50 juta).
Sanksi pidana perjudian di KUHP baru tersebut lebih ringan daripada KUHP sebelumnya yang mengatur ancaman pidana 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp25 juta.
Sebelumnya, Menkominfo Budi Arie Setiadi menyatakan pemerintah menganggap para pemain judi online sebagai korban sehingga langkah yang dilakukan bukan penangkapan, tetapi pemulihan.
"Mereka korban juga. Ya enggak ditangkap, kan korban," ujar Budi dalam jumpa pers di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (25/6).
Presiden Joko Widodo telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) judi online. Jokowi menunjuk Menko Polhukam Hadi Tjahjanto untuk memimpin satgas tersebut.
Keputusan itu diambil setelah judi online memakan korban. Judi online pun sudah merembet ke para abdi negara, anggota dewan, hingga penegak hukum.
"Ya ini secara khusus saya ingin sampaikan jangan judi, jangan judi, jangan berjudi, baik secara offline maupun online," ucap Jokowi melalui siaran kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (12/6).
Jakarta, Gempita.co – Para korban penipuan investasi bodong berkedok Robot Trading Fin888 mengungkapkan kekecewaannya atas vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara yang menghukum terdakwa Peterfi Sufandri dan Carry Chandra selama dua tahun penjara.
Kekecewaan para korban terlihat saat Majelis Hakim pimpinan Yuli Effendi membacakan amar putusan terhadap kedua terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa (5/12/2023).
“Kok cuma dua tahun?, denda hanya Rp 500 juta, kok bisa segitu turun dari tuntutan jaksa yang juga rendah, di mana keadilan?. Pengadilan ini kayaknya bukan untuk korban tindak kejahatan tetapi diperuntukan bagi penjahatnya,” kata salah seorang korban di ruang sidang.
Korban lainnya juga mempertanyakan hal yang sama. Mereka tak henti-hentinya bersahut-sahutan sembari berteriak yang intinya tak menerima vonis terhadap kedua orang terdakwa. Bahkan, mereka menduga Hakim diduga berpihak terhadap kedua terdakwa.
Para korban Fin888 juga membandingkan vonis hakim terhadap terdakwa lainnya dalam kasus serupa di pengadilan berbeda yang menghukum tinggi pelakunya.
Korban mencontohkan kasus penipuan investasi bodong berkedok robot trading Fahrenheit. Terdakwa penipuan ini divonis selama sepuluh tahun penjara dan denda sebesar Rp3 miliar subsider hukuman enam bulan.
“Ini kok beda, tuntutannya sudah rendah hanya tiga tahun, sekarang vonis hanya dua tahun. Maling ayam saja divonis dua tahun, ini telah merugikan Rp1 triliun kok dihukum hanya dua tahun, mana mungkin mereka jera?,” ungkap korban bernama Lina heran, usai sidang.
Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan kedua terdakwa terbukti melanggar UU ITE dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sementara Peterfi Sufandri, ditambah dua bulan dengan denda Rp500 juta subsider tiga bulan penjara.
“Kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar UU ITE serta UU tentang TPPU,” kata Yuli Effendi saat membacakan amar putusan.
Atas vonis tersebut, kedua terdakwa dan tim penasihat hukum menyatakan pikir-pikir dahulu sebelum tentukan sikap selanjutnya.
Begitu juga dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Melda Siagian yang juga menyatakan masih membutuhkan waktu untuk menentukan sikp atas vonis Majelis Hakim.
“Kami pikir-pikir dahulu Yang Mulia,” ucap Melda Siagian.
Sebelumnya, JPU Melda Siagian menuntut terdakwa Peterfi Sufandri selama tiga tahun penjara plus membayar denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Sementara Carry Chandra dituntut tiga tahun penjara.
Atas tuntutan yang dinilai rendah, para korban melalui penasihat hukum Oktavianus Setiawan menjelang vonis telah menyurati Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) dengan tembusan Ketua PN Jakarta Utara untuk memohon perlindungan hukum.(tim)
[pen.ja.ra] | ڤنجاراDefinisi : 1. tempat atau bangunan penjenayah dikurung sbg hukuman, bui, jel, kurungan, terongko, tutupan; ~ besi Kl (dlm) jagaan yg kuat, (di bawah) pemerintahan kuku besi; hukuman ~ sepanjang hayat hukuman penjara yg tempoh hukumannya berjalan sehingga pesalah itu mati; hukuman ~ seumur hidup hukuman penjara yg tempoh hukuman maksimumnya berjalan selama 20 tahun (tetapi kebiasaannya seseorang pesalah itu hanya menjalani hukuman selama 13 tahun 4 bulan kerana sepertiga daripadanya diberi pengampunan jika patuh kpd peraturan penjara dan berkelakuan baik); 2. situasi apabila seseorang berasa terperangkap: pengarang itu tidak akan terlepas drpd ~ pengalamannya; memenjarai ki mengongkong, membelenggu: suara-suara protes itu bagai mengepung dan ~nya; memenjarakan mengurung penjenayah dll dlm penjara: Pangeran Agung pun dipenjarakan di dlm sebuah kota kecil; terpenjara dikurung (terkurung) dlm penjara atau seolah-olah spt dalam penjara: ramai di kalangan wanita setelah mendirikan rumahtangga merasakan diri mereka ~ biarpun pd mulanya merupakan orang yg paling bahagia; ada segolongan orang yg ~ dlm khurafat; pemenjaraan perihal (perbuatan) memenjarakan, perihal (keadaan) terpenjara: satu lagi bentuk hukuman ialah ~; kepenjaraan perihal penjara. (Kamus Dewan Edisi Keempat)
[pen.ja.ra] | ڤنجاراDefinisi : tempat mengurung orang yg dihukum kerana membuat kesalahan; jel: Perompak itu sekarang ini sedang ditahan di ~. memenjarakan memasukkan seseorang ke dlm penjara kerana berbuat sesuatu kesalahan; mengurung dlm penjara. terpenjara 1 terkurung atau dikurung dlm penjara: Selama lima tahun, dia ~ kerana melakukan kesalahan itu. 2 ki tidak bebas (melakukan sesuatu): Jiwanya ~, walaupun dia tidak dihalang utk ke mana-mana. (Kamus Pelajar Edisi Kedua)
Mengapa anak memperoleh perlakuan khusus dalam proses hukum?
Sumber gambar, seksan Mongkhonkhamsao via Getty Images
Karena mereka dilindungi Undang Undang Perlindungan Anak, termasuk Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
Anak yang berhadapan dengan hukum adalah mereka yang menjadi korban, saksi dan pelaku dengan usia belum mencapai 18 tahun.
Dian mengatakan anak belum cakap secara hukum, baik dari sisi kognitif dan mental.
"Supaya anak ini terhindar dari dampak buruk peradilan pidana umum, makanya muncul peradilan pidana anak," papar Komisioner KPAI, Dian Sasmita.
Sementara anak sebagai korban perlu mendapat pendampingan oleh pekerja sosial profesional di bawah otoritas pemerintah daerah.
"Pendampingan rehabilitasi, khususnya anak sebagai korban maupun anak sebagai saksi. Dan, anak sebagai pelaku juga," tambahnya.
Dalam Pasal 90 UU Sistem Peradilan Pidana Anak juga disebutkan, korban berhak atas upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga.
Selain itu, korban anak juga harus dijamin keselamatannya, baik fisik, mental, serta sosial; dan kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
"Nah, itu pemerintah harus hadir di sana. Kami dari KPAI memastikan pemerintah itu hadir," jelas Komisioner KPAI, Dian Sasmita.
Keluarga korban menerima putusan hakim
Kuasa hukum korban D, Melissa Anggraini menilai hakim "sudah cukup cermat" dalam memutuskan perkara ini.
"Walaupun tadinya keluarga berharap hukuman maksimal, tapi kami menerima dan menghargai putusan ini," ujar Melissa kepada wartawan usai persidangan.
"Kami berharap keputusan hari ini tidak saja menjadi efek jera bagi pelaku anak, tapi menjadi efek jera bagi seluruh masyarakat," kata dia.
Melissa mengatakan kasus ini telah menyebabkan korban D cedera otak berat dan berpotensi mengalami cacat permanen. D sudah dirawat di ruang perawatan insentif selama 50 hari.
Sejak sadarkan diri dari koma, Melissa menyebut bahwa D "belum bisa berkomunikasi dua arah, memorinya masih melompat-lompat, dan belum mengetahui mengapa dia ada di rumah sakit".
Jember: Majelis hakim Pengadilan Negeri Jember, Jawa Timur yang diketuai Totok Yanuarto menjatuhkan vonis penjara 25 hari kepada Imron Baihaqi anggota DPRD Kabupaten Jember terdakwa kasus penganiayaan. Hukuman itu dijatuhkan dalam sidang putusan yang digelar secara daring, Senin, 16 Agustus 2021. Sidang yang digelar secara virtual itu diikuti oleh terdakwa didampingi oleh penasehat hukumnya dan jaksa penuntut umum dari Kantor Kejaksaan Negeri Jember. "Majelis hakim telah membacakan vonis terdakwa anggota DPRD Jember yang dinilai telah terbukti dan bersalah dengan menjatuhkan putusan 25 hari kurungan badan," kata Humas PN Jember Slamet Budiono saat dikonfirmasi, Senin, 16 Agustus 2021. Imron yang merupakan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jember itu terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan sesuai dengan dakwaan pasal 351 ayat 1 KUHP. Putusan majelis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jember yang menuntut satu bulan penjara dan bayar perkara sebesar Rp5 ribu karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan. Baca: 6 Teduga Teroris Ditangkap di Enam Wilayah Jatim "Majelis hakim menjatuhkan putusan lebih ringan dari tuntutan JPU karena perkara tersebut sudah melalui jalan damai, bahkan korban meminta terdakwa dibebaskan dari hukuman," tuturnya. Penasihat hukum terdakwa Imron Baihaqi, Nur Wakib mengatakan putusan hakim kepada kliennya yang menjadi terdakwa kasus penganiayaan merupakan putusan yang sudah adil. "Klien saya divonis 25 hari penjara dan dalam persidangan mengakui apa yangg telah diperbuatnya adalah salah, sehingga sudah meminta maaf, baik kepada korban maupun masyarakat," katanya. Kasus penganiayaan ini terjadi pada 31 Januari 2021 pada pukul 19.45 WIB, di dekat pintu masuk Pos Satpam Cluster Gardenia Perumahan Bernady Land, Kelurahan Slawu, Kecamatan Patrang. Dalam peristiwa tersebut, korban, Dodik Wahyu Rianto, dua kali dipukul Imron.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jember, Jawa Timur yang diketuai Totok Yanuarto menjatuhkan vonis penjara 25 hari kepada Imron Baihaqi anggota DPRD Kabupaten Jember terdakwa kasus penganiayaan. Hukuman itu dijatuhkan dalam sidang putusan yang digelar secara daring, Senin, 16 Agustus 2021.
Sidang yang digelar secara virtual itu diikuti oleh terdakwa didampingi oleh penasehat hukumnya dan jaksa penuntut umum dari Kantor Kejaksaan Negeri Jember. "Majelis hakim telah membacakan vonis terdakwa anggota DPRD Jember yang dinilai telah terbukti dan bersalah dengan menjatuhkan putusan 25 hari kurungan badan," kata Humas PN Jember Slamet Budiono saat dikonfirmasi, Senin, 16 Agustus 2021.
Imron yang merupakan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jember itu terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan sesuai dengan dakwaan pasal 351 ayat 1 KUHP. Putusan majelis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jember yang menuntut satu bulan penjara dan bayar perkara sebesar Rp5 ribu karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan.
"Majelis hakim menjatuhkan putusan lebih ringan dari tuntutan JPU karena perkara tersebut sudah melalui jalan damai, bahkan korban meminta terdakwa dibebaskan dari hukuman," tuturnya.
Penasihat hukum terdakwa Imron Baihaqi, Nur Wakib mengatakan putusan hakim kepada kliennya yang menjadi terdakwa kasus penganiayaan merupakan putusan yang sudah adil.
"Klien saya divonis 25 hari penjara dan dalam persidangan mengakui apa yangg telah diperbuatnya adalah salah, sehingga sudah meminta maaf, baik kepada korban maupun masyarakat," katanya.
Kasus penganiayaan ini terjadi pada 31 Januari 2021 pada pukul 19.45 WIB, di dekat pintu masuk Pos Satpam Cluster Gardenia Perumahan Bernady Land, Kelurahan Slawu, Kecamatan Patrang. Dalam peristiwa tersebut, korban, Dodik Wahyu Rianto, dua kali dipukul Imron.
Apa saja hak anak yang perlu diperhatikan setelah AG ditetapkan 'anak berkonflik dengan hukum' ?
Sumber gambar, KOMPAS.COM
Status AG sebagai "anak yang berkonflik dengan hukum" ditetapkan melalui persetujuan dari Kapolri atau pejabat lain yang ditunjuk kapolri, berdasarkan Pasal 26 UU SSPA. Artinya penyidik tidak bisa langsung menetapkan status tersangka pada anak tanpa ketetapan dari kapolri.
Ketentuan ini berlaku secara keseluruhan pada anak yang berhadapan dengan hukum.
"Tapi ketika anak sudah ditentukan sebagai tersangka, itu ada mekanisme yang harus segera dilakukan melibatkan PK Bapas [Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan]," kata Komisioner KPAI, Dian Sasmita.
Sumber gambar, Piyamas Dulmunsumphun/EyeEm via Getty Images
Bapas ini kemudian melakukan penelitian terhadap keluarga, dan lingkungan dari anak yang berstatus tersangka. Hasil penelitiannya kemudian dilaporkan kepada penyidik polisi sebagai bahan pertimbangan, termasuk penahanan hingga diversi.
"UU SPPA, ini hadir tidak tiba-tiba. Ini hadir untuk merespon bahwa, semua kenakalan anak yang berujung kriminal itu, tidak pernah berdiri sendiri. Tidak tiba-tiba ada anak yang melakukan tindak pidana. Tapi ada pengaruh di luar diri anak," kata Dian.
AG dituntut empat tahun penjara
Sumber gambar, Kompas.com
Jaksa Penuntut Umum menuntut AG (15) dengan empat tahun penjara dalam kasus penganiayaan remaja berinisial D (17). AG adalah mantan pacar Mario Dandy Satrio (20), pelaku penganiayaan D di Kompleks Green Permata, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, pada 20 Februari 2023.
"Terhadap yang bersangkutan dituntut empat tahun penjara dan akan menjalani masa tahanan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan, Syarief Sulaeman Ahdi, Rabu (05/04), sebagaimana dikutip Kompas.com.
AG didakwa dengan Pasal 355 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dulu.
"Dengan banyaknya alasan yang memberatkan dan lebih sedikit alasan yang meringankan kami menuntut dan menempatkan dalam LPKA selama empat tahun," kata Syarief.
Ancaman hukuman maksimal yang bisa diberikan kepada AG, menurut Syarief, sejatinya mencapai 12 tahun penjara.
Namun, karena AG masih anak-anak, kata Syarief, hukumannya bisa dipotong sampai setengahnya.
"Ancaman maksimal untuk dewasa 12 tahun, dan untuk anak dipotong setengahnya menjadi empat tahun. Harapannya dia bisa memperbaiki dirinya karena masih punya masa depan," papar Syarief.
AG sebelumnya sudah ditetapkan sebagai 'anak berkonflik dengan hukum' oleh Polda Metro Jaya sejak 2 Maret 2023.
Sumber gambar, FAUZAN/ANTARAFOTO
Polda Metro Jaya menetapkan AG (15) sebagai 'anak yang berkonflik dengan hukum' dalam kasus penganiayaan D (17) oleh tersangka Mario Dandy Satrio (20) dan Shane Lukas Rotua (19).
AG diketahui berada di lokasi kejadian saat penganiayaan berlangsung di bilangan Jakarta Selatan pada 20 Februari lalu.
Penganiayaan terhadap D bermula saat Mario marah karena mendengar kabar dari saksi bernama Amanda yang menyebut AG (15) mendapat perlakuan tidak baik dari korban.
Mario lalu menceritakan hal itu kepada temannya, Shane Lukas (19). Kemudian, Shane memprovokasi Mario sehingga Mario menganiaya korban sampai koma. Shane juga merekam penganiayaan yang dilakukan Mario.
"Ada perubahan status dari AG yang awalnya adalah anak berhadapan dengan hukum meningkatkan statusnya menjadi anak yang berkonflik dengan hukum atau berubah menjadi pelaku," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi kepada wartawan, Kamis (02/03).
Kepolisian berjanji akan memberikan perlakuan khusus terhadap AG sesuai aturan yang berlaku.
AG dijerat pasal 76c juncto pasal 80 UU perlindungan anak dan atau pasal 355 ayat 1 juncto 56 subsider Pasal 354 ayat 1 juncto Pasal 56 lebih subsider Pasal 353 ayat 2 lebih subsider Pasal 351 ayat 2 KUHP.
Ancaman hukuman dari sejumlah pilihan pasal-pasal ini bervariasi dari empat hingga 12 tahun penjara.
Sebelumnya, Mangatta Toding Allo, kuasa hukum AG melaporkan keluhan kliennya ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Ia mengatakan kepada media untuk meminta perlindungan.
"Kami memantau, [AG] memang sedang terpuruk dengan pemberitaan-pemberitaan," kata Mangatta seperti dikutip dari Kompas.com, (28/02).
Bagaimana respons KPAI?
Sumber gambar, fotojog via Getty Images
Dalam keterangan terbaru, Komisioner KPAI, Dian Sasmita, mengatakan pihaknya akan mengambil langkah pengawasan setelah AG ditetapkan sebagai 'anak yang berkonflik dengan hukum'—istilah penetapan sebagai 'tersangka' dalam peradilan anak.
"Apapun status hukumnya, mereka punya hak yang perlu pemerintah penuhi. KPAI kapasitasnya mengawasi agar peran-peran pemerintah dan penegak hukum berjalan sesuai aturan yang ada," katanya kepada BBC News Indonesia, Kamis (03/02).
Lebih lanjut, Dian juga mengatakan pihaknya akan memastikan baik kepada AG dan korban D, yang masih berstatus sebagai anak, untuk memperoleh layanan dari UPTD PPA.
Sumber gambar, Hélène Desplechin via Getty Images
UPTD PPA adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak. Ini merupakan unit pelaksana teknis di bawah pemda dalam memberikan layanan bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, diskriminasi, perlindungan khusus dan masalah lainnya.
"Kita lakukan saja sesuai mandat," kata Dian.
Kasus penganiayaan: AG divonis 3,5 tahun penjara karena terbukti 'turut serta' dalam 'penganiayaan berat yang direncanakan'
Sumber gambar, Detikcom
Diperbarui 10 April 2023
AG (15) divonis hukuman 3,5 tahun penjara setelah dinyatakan bersalah karena turut serta menganiaya korban D (17).
"Menyatakan anak AGH terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan penganiayaan berat dengan rencana terlebih dahulu," kata Hakim tunggal Sri Wahyuni Batubara dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (10/4).
Hakim juga memutuskan bahwa AG akan menjalani masa tahanan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).
Dalam pertimbangannya, Hakim Sri mengatakan kondisi korban D yang masih dirawat di rumah sakit dan mengalami kerusakan otak berat menjadi hal yang memberatkan bagi AG.
AG juga dinilai terlibat "aktif" dalam merencanakan penganiayaan itu, dan terbukti "mengelabui" korban D untuk mau menemuinya.
Selain itu, AG juga tidak berupaya mencegah maupun menghentikan aksi penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy ketika David telah terkapar dan tidak bergerak.
Sementara hal yang meringankan, bahwa AG masih berusia 15 tahun dan diharapkan bisa memperbaiki diri, menyesali perbuatannya, dan memiliki orang tua yang mengidap penyakit stroke dan kanker paru stadium empat.
Apakah AG bisa ditahan selama proses penyidikan?
AG masuk kategori usia anak [12-18 tahun] yang bisa dikenakan tindakan dan pidana.
Andaikan usia AG di bawah 12 tahun, menurut UU SPPA, maka ia tidak bisa dikenakan pidana, melainkan pembinaan.
Sementara itu, Pasal 32 UU SPPA menjelaskan penahanan terhadap anak bisa dilakukan dengan syarat anak telah berusia 14 tahun atau lebih; dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara tujuh tahun atau lebih.
Sumber gambar, KOMPAS.COM